Seputar Resign

Mungkin termasuk kamu yang sekarang baca tulisan ini, pertanyaan seputar kehidupan setelah resign termasuk yang sering kudapati. Bagi mereka yang mengetahui seperti apa kesibukanku ketika masih berkarir dan menjadi mahasiswa, tentu akan mempertanyakan apakah tidak akan mengalami jetlag karena kehilangan sebagian besar kesibukannya? Tentu saja, kamu bisa bayangin kadangkala sebagai bankir akan menghabiskan waktunya sekitar 10-12 jam di kantor. Lama waktu tersebut memang hampir separuh hari, dan mungkin bukan hanya aku yang merasakan itu, bukan pula hanya seorang bankir.

Apa yang kulakukan ketika tidak lagi harus absen pagi dan malam hari di kantor? Fokus utamanya adalah memang sebagai mahasiswa pascasarjana tingkat akhir yang tengah menyelesaikan penelitian tesisnya. Aku harus bolak-balik Jakarta - Bogor kala itu untuk bimbingan dengan dosen di kampus atau sekedar mengerjakan revisi tesis di perpustakaan kampus. Hingga akhirnya aku kembali menjadi warga pendatang di Kota Hujan, Bogor. Memilih pindah domisili agar dapat lebih memanfaatkan waktu lebih produktif, dan juga supaya sedikit terhindar dari hiruk-pikuknya Ibu Kota dan perkeretapian hhihi.. 

Itu saja kah yang kulakukan? Ga bosen apah? Tentu, pasti aku lama-lama bakalan bosen kalau ga ada kegiatan lainnya. Bagiku cara supaya bisa menikmati hari adalah melakukan apa yang kusenangi, bisa dengan hobi ataupun hal lainnya yang bisa bikin terus hepi dan bersyukur. Pasca sebulan jadi warga Bogor yaitu tanggal 1 Mei 2018 aku mengikuti seminar umum tentang "1000 orang Kebelet Hidup" yang diadakan oleh I'm on My Way. 


Allah mah emang baik, begitu selalu kukatakan ketika merasakan kebaikan-Nya yang datang dalam bentuk apa pun. Hanya satu bulan pasca resign kemudian aku dipertemukan dengan banyak orang hebat dan inspiratif dalam seminar tersebut. Bukan hanya dari pembicaranya saja yang dapat kujadikan bahan belajar, melainkan masing-masing peserta seminar yang juga sangat inspiratif perjalanan hidupnya. Seminar ini membahas tentang bagaimana menjalani hidup lebih hidup, seperti halnya pepatah Jawa "irup iku kudu urip". Serunya seminar itu bisa aku manfaatkan dengan free saat itu, yang biasanya berbayar hingga jutaan rupiah. Alhamdulillah selalu karena jalan Allah mah bisa datang kapan aja, apalagi kalau niat seseorang tersebut emang buat belajar tak hanya untuk dirinya, tapi untuk sesama.

Baca cerita lengkapnya di menu "story"


Kalau dulu sering jadi MC ketika ada acara dan kegiatan formal atau non formal di kantor tempat bekerja, atau bahkan sesekali diminta jadi MC di acara nikahannya temen, tapi cerita kali ini beda. Karena untuk pertama kalinya diminta jadi MC buat acara ulang tahun anak bayi 😀 haha.. Iya bayi usia satu tahun tepatnya. Pengalaman baru dan seru pastinya karena tamu undangannya pasti anak-anak kecil yang lucu. Aku pun harus mengeluarkan energi dan semangat layaknya anak-anak supaya mereka nyaman selama acara berlangsung. Jadi tiba-tiba harus bisa nyanyi dan sedikit menggerakkan badan ketika ada backsound musik Baby Shark (pliss ga usah dibayangin 🙈). Hal lainnya yang membuat aku senang selain ada banyak anak kecil adalah karena  nuansa ulang tahunnya semua berwarna pink, hahaha..




Setelah kamu baca tulisan ini, barangkali nanti mau ajak aku untuk jadi MC di acara kamu, boleh kok. Berbekal kesenangan pada public speaking dan sering jadi MC berbagai acara formal dan non formal, Insyaa Allah bisa lah membantu 😃 haha.. 

Masih tentang ketertarikanku pada public speaking, di sela waktu penelitian aku mendapatkan informasi dari Instagram tentang lomba siaran yang diadakan Radio PPI Dunia. Hanya ingin menguji kemampuanku dalam hal berbicara, akhirnya kuberanikan diri mengikuti lomba tersebut. Dan diluar dugaan ternyata aku berhasil masuk pemenang 8 besar. Bermodal rekaman suara melalui telepon pintar, dan berusaha menyajikan ide juga tema yang menarik akhirnya bisa lolos tahap seleksi tersebut. Lomba semacam ini adalah yang pertama bagiku, karena ketika sibuk bekerja mana ada waktu untuk sekedar menikmati hobi semacam ini. Karena kemaren banyak yang nanya seperti apa rekaman suara yang aku ikut sertakan ke lomba siaran, disini aku coba share dan aku sarankan untuk tidak mendengarkannya menggunakan headphone agar tidak mengganggu kenyamanan pendengaran kamu semua. 🙈😄 hahaha.. Jangan lupa baca bismillah ya. 


Setelah berhasil lolos 8 besar ternyata aku diberikan tantangan selanjutnya yaitu merekam suara dengan menggunakan backsound musik, dan dengan durasi yang lebih singkat. Jika di rekaman pertama berdurasi maksimal 3 menit, di tahap ini aku cuma bisa cas cis cus dalam 2 menit. Sebagai newby sempet kebingungan memang ngatur waktu sesingkat itu untuk bisa tetap membawakan materi yang sesuai kriteria penilaian. Aku pun menyadari persiapan kali ini sedikit kurang dibanding sebelumnya. Sehingga hasil yang didapat masih kurang dari yang diharapkan, jadinya ga berhasil lolos ke tahap final deh. Padahal waktu itu sempet berharap bisa lolos final biar bisa memenangkan hadiahnya yaitu pelatihan public speaking. Nah untuk cuplikan rekaman yang satu ini sengaja dikasih gambar pantai, harapannya bisa agak menikmati suara yang ala kadarnya ini.. hahaha.. 😎
 

Selanjutnya adalah pengalamanku dengan komunitas dan kegiatan sosial maupun yang berfokus pada pendidikan. Selesai dari acara seminar Kebelet Hidup sebelumnya, tidak selesai begitu saja dengan tujuan hidup kita yang justru baru akan dimulai. Bertemu dengan mereka dengan berbagai latar belakarang dan passion yang berbeda, namun terdapat beberapa visi yang sama yaitu ingin hidup ini bisa bermanfaat bagi sesama. Terdengar klise mungkin, tapi ini lah yang kami pelajari dan resapi selama tiga hari mengikuti seminar. Bahwa dalam hidup ini bukan sekedar mengulang rutinitas dari membuka mata di pagi hari dan menutupnya kembali di malam hari. Lebih dari itu, kami ingin apa yang kami miliki dapat memberikan manfaat pada sesama. Bagaimana caranya, dengan berbagi salah satunya. Berawal dari ajakan seorang teman untuk mengunjungi kawasan Bantar Gebang, dimana kita ketahui bahwa kehidupan mereka yang di antara tumpukan sampah. Namun tak banyak yang orang ketahui bahwa mereka pun punya impian dan cita-cita yang tinggi terhadap masa depannya, terutama bagi anak-anak Bantar Gebang.


Pada Ramadan 1439 H, di tengah sebagian dari kita yang mengeluh lemas ketika berpuasa ada banyak orang yang tetap semangat untuk bisa belajar. Adalah mereka anak-anak di Bantar Gebang. Aku bersama teman-teman alumni Kebelet Hidup datang kesana dan ikut berbagi dengan cara mengajarkan sesuatu hal pada mereka yang ditutup dengan acara buka puasa bersama dan kagiatan membuat cup cakes ala kreativitas tangan mereka. Saat itu aku dan teman-teman membawa dua buah laptop dan mengaajarkan mereka untuk mengenal komputer dan memainkan jemarinya di atas keyboard. Melihatnya yang begitu antusias dalam mempelajari hal baru bagi mereka, begitu sangat bahagia bagi kami. Ternyata benar, cobalah sesekali bermain ke Rumah Sakit, Panti Jompo, atau bahkan ke Bantar Gebang untuk kita dapat belajar bersyukur atas nikmat Allah dan seketika itu pasti akan tau rasanya bahagia. Bahagia karena nikmat Allah sangatlah besar pada apa yang telah kita miliki saat ini. Syukur saja nampaknya tak cukup, maka berbagilah dengan mereka yang tak seberuntung kita. Ini adalah bagian dari reminder bagi diriku sendiri, setelah sekian lama sibuk dengan segala hal hingga lupa bahwa ada hak mereka dalam rezeki kita. 
 




Dan mulai dari kunjungan demi kunjungan yang dilakukan, maka teman-teman alumni Kebelet Hidup saat ini menjadikan proyek Bantar Gebang sebagai first project bersama kita untuk dapat mewujudkan taman baca dan membantu mengurangi angka putus sekolah bagi mereka anak-anak di Bantar Gebang, Bekasi. 

Ramadan tahun 2018 ini banyak memberikanku pelajaran dan pengalaman baru, setelah dibukakan mata dan hati dengan melihat nyata kondisi di Bantar Gebang kemudian Allah kembali mempertemukanku dengan orang baik dan hebat lainnya. Pekan pertama ketika kembali tinggal di Bogor, aku yang saat itu seolah mencari teman dan kegiatan baru. Kutemukan aktivitas yang menurutku dapat membantu menambah ilmu agamaku yang masih minim. Aku dikenalkan oleh seorang teman dengan kegiatan kajian rutin pekanan tiap ba'da Ashar di Masjid Alumni IPB bernama "Teman Hijrah". Ketika kutelusuri kegiatan Teman Hijrah melalui akun Instagramnya, kulihat ada foto teman kuliahku sewaktu menjadi mahasiswa gizi D3 IPB yang menjadi jamaah kajian tersebut. Segera kucoba hubungi dia melalui direct message dan kutanyakan kabarnya. 


Meeting membahas rencana kegiatan

Pertemuan kembali saat itu membawaku pada pelajaran baru yang tak kalah berharga. Singkat cerita, kami kembali berkumpul dengan temanku lainnya yang juga alumni gizi. Berangkat dari niat dan tujuan yang sama, bahwa ingin memiliki arti pada kehidupan dengan cara berbagi. Maka kami membuat kegiatan untuk Ramadan berupa "Belanja bareng si dia". Kami mengajak serta anak-anak dhuafa di Bogor untuk berbelanja kebutuhannya menuju lebaran. Sebelumnya kami melakukan open donations melalui media sosial dan jaringan yang kami miliki. Alhamdulillah terkumpul dana melebih target, sehingga akhirnya kami dapat mengajak 20 anak dhuafa untuk berbelanja di Bogor Trade Mall dan dilanjutkan dengan makan buka puasa bersama.


Kiri-kanan: Raga, Malla, Euis, Andri

Karena kami sebagai penyelenggara kegiatan dan sekaligus tim marketing dan juga volunteernya, maka masing-masing kami akan bertugas membawa lima orang anak untuk berbelanja. Pengalaman pertama bagiku ketika belanja bareng krucil-krucil ke mall, ga nanggung-nanggung harus ngegandeng lima anak sekaligus ketika weekend, kebayang penuhnya seperti apa BTM. Ahad itu pas banget momennya abis gajian pegawai, kondisi mall penuh dan rame pastinya. Masing-masing anak diberi identitas supaya gampang dicari kalau terpisah dari barisan. Apa rasanya belanja bareng rombongan bocah? seru, riweuh, rame weh pokokna mah.. hahaha.. Apalagi ketika masing-masing teriak, "Kakak, aku mau baju yang ini" | "Kakak, aku pengen nyobain baju ini". Dan beragam teriakan heboh lainnya ketika mereka sibuk memilih baju lebaran. 










Oh ya, ada satu momen yang bikin haru dan pengen nangis saat itu (tapi karena malu, jadi ditahan dulu, hihihi). Ketika seorang anak mengajak berbisik dan berkata, "Kakak makasih ya udah ajak aku jalan-jalan, belanja, dan makan. Semoga kakak dikasih rezeki yang banyak sama Allah ya". Anak itu niatnya mungkin berbisik, tapi ketika kita berada di dalam mobil dengan kondisi cukup penuh saat perjalanan pulang jadi anak-anak lain pun ternyata mendengarnya dan kemudian teriak bersamaan dengan mengucapkan terima kasih yang sama. Uuuhhh... momen seperti itu rasanya sangat membahagiakan, melebihi bahagianya ketika kamu bisa tidur siang di waktu weekend. Karena ketika menjadi pegawai, dulu indikator bahagiaaku mungkin sangat cetek yaitu bisa istirahat tidur siang di kala weekend supaya bisa semangat lagi di hari Senin pas ngantor. Makanya perlahan aku berbenah untuk membuat indikator kebahagiaanku. Karena bahagia adalah bagian dari cara agar kita tetap sehat 😄 hahaha..





Berbagi melalui apa lagi kah yang dapat aku lakukan? masih ada hobiku yang lama tak kulakukan, yaitu menulis. Di tengah aktivitasku pasca resign aku meluangkan waktu untuk dapat kembali bersahabat dengan aksara dan tulisan. Termasuk didalamnya kembali melakukan maintanance blog pribadi ini yang telah berdebu, atau mungkin sudah berpenghuni laba-laba karena sekian tahun tak pernah kutuliskan apa pun. Aku berusaha bijak dalam menggunakan media sosial dalam beraktivitas, termasuk didalamnya memilih akun yang kuikuti dan memposting sesuatu. Melaui Instagram aku mengikuti lomba menulis, bertemu dengan sahabat literasi lainnya yang ternyata masih muda karena mereka termasuk anak Gen Z bahkan Millenials. Meski dari usia aku memiliki jumlah angka yang banyak, tapi ilmu dan kemampuan menulisku masih kalah jauh dengan mereka. Ya, karena minat dan bakat memang perlu diolah. Menulis pun begitu, membutuhkan jam terbang untuk dapat menciptakan sebuah karya. 

Mengawali dengan lomba menulis puisi bertemakan Aksara Cinta untuk Ayah Bunda, Alhamdulillah tulisanku terpilih menjadi salah satu karya yang kemudian dibukukan dalam Antologi bersama 50 penulis terpilih lainnya. Buku tersebut kemudian dijual dengan cara pre order, dan royalti hasil penjualan yang berhasil aku lakukan kemudian aku donasikan pada Yayasan Langkah Kecil Indonesia, yang juga diinisiasi oleh teman SMA-ku. Sebagai penulis pemula, tak banyak yang kuharapkan. Bukan mengenai seberapa besar materi yang bisa kudapatkan dari royalti hasil penjualan, melainkan kebahagiaan ketika buku dan tulisan yang kita buat dapat dibaca dan semoga bermanfaat bagi sesama. 

Tak kenyang dengan hanya belajar satu kali dalam menulis, aku pun kemudian bergabung dalam challenge menulis #ramadhanbercerita. Pada proyek kali ini, penulis akan dinilai kekonsistensiannya dalam menulis dan memposting konten positif seputar ramadan pada akun Instagram atau media sosial lainnya. Setelah usai selama satu bulan berakhir, Alhamdulillah aku kembali terpilih dalam 50 penulis yang akan berkontribusi menuliskan kisah nyata bertemakan "Karena Tuhan Tidak Tidur". Buku Antologi bersama ini masih dalam proses pencetakan, sehingga belum mulai dilakukan pre order penjualan. 

------

Itulah sebagian perjalanan kehidupanku pasca resign. Kalau ditanya, lebih bahagia dan menyenangkan mana, ketika sibuk dibalik meja kerja atau setelah resign? Ku jawab dengan tegas, bahwa kini aku lebih bahagia menjalani kehidupanku sebagai pribadi Euis Widiati yang sebenarnya. 😊 Alahmdulillah..

Tidak ada komentar:

Sila tinggalkan jejak di laman blog ini, ketika sudah membacanya :)

Diberdayakan oleh Blogger.