Media sosial saat ini sudah menjadi sahabat di ujung jemari. Bukan hanya bagi mereka yang muda belia, kini begitu beragam usia pengguna media sosial mulai dari anak-anak hingga kakek nenek. Alasan penggunaannya pun beramacam-macam, mulai dari kebutuhan aktualisasi diri, pekerjaan, personal branding, atau sekedar membuat fake account khusus untuk stalking seseorang. Hayooo ngaku, siapa yang kayak gini? 😂
Ketika semakin mudahnya akses informasi dari genggaman tangan, termasuk di dalamnya melalui media sosial, maka mudah juga beragam informasi diterima. Tapi kadang justru orang malah tak menyadari bahwa penting untuk mengetahui batasan diri (self boundaries), baik dalam dalam hal menyaring informasi, ataupun melakukan tindakan penolakan. Seperti yang pernah aku pribadi alami setahun yang lalu hingga akhirnya memutuskan untuk "puasa medsos". Bagiku saat itu adalah salah satu cara detox untuk mengistirahatkan pikiran ini dari sesuatu yang bersifat toxic.
Gambar: Google
Puasa Medsos
Saat itu awalnya memutuskan untuk puasa medsos hanya karena ingin fokus dalam melakukan persiapan ujian seleksi, sehingga membuat challenge bersama teman untuk sebulan penuh tidak mengakses Instagram. Untuk apa? hanya untuk melatih agar dapat memanfaatkan waktu lebih produktif dengan aktivitas bermanfaat sebagai persiapan ujian seleksi, dibandingkan menghabiskan waktu scrolling timeline Instagram. Bagaimana caranya? Kami saat itu melakukan uninstall aplikasi Instagram selama challenge berlangsung. Challenge tersebut pun akhirnya berhasil kami lewati, dan bonus yang aku dapatkan saat itu justru melebihi dari target "detox digital" yang dilakukan. Setelah berpuasa dari aktivitas media sosial khususnya Instagram, aku merasakan manfaat dari kehidupan sosialku, termasuk kondisi psikis. Nah jangan lupa simak juga obrolan santai tentang puasa medsos di podcast Agree to Disagree.
Lebih Fokus Pada Diri Sendiri
Aku saat itu bisa lebih menikmati waktuku, walaupun untuk sekedar rebahan tanpa harus scrolling media sosial. Bisa tidur lebih nyenyak karena frekuensi lelahnya mata akibat melihat layar gawai pun berkurang. Bisa lebih menggunakan waktu yang berharga dengan aktivitas lainnya, dan selain itu dengan puasa medsos membuat perubahan sudut pandang dunia bahwa hidup bukan sekedar tentang pencitraan.
Mengontrol Mood
Ketika melihat postingan banyak orang di medsos, seringkali banyak hal yang diposting tanpa memperhatikan adanya batasan. Sehingga ketika dibaca, terkadang ada hal negatif yang mengubah mood hari itu. Salah momen aja buka timeline media sosial yang berujung bad mood, uuhhh... bisa kacau seharian. Bahkan sebelum melakukan puasa medsos, untuk mengindari hal ini terjadi, aku berkala melakukan unfollow akun Instagram yang menurutku tidak perlu aku lihat, baca, atau aku ketahui postingannya.
Berhenti Membandingkan Hidup dengan Orang Lain
Yakin deh, pasti kalian juga pernah terbesit dalam pikiran untuk membandingkan kehidupan kalian dengan orang lain yang mempostingnya di media sosial? Gimana tuh rasanya? Ga nyaman kan, ga enak tau. Aku sih nyadar diri aja, ketika aku belum mampu mengelola pikiranku agar tidak membandingkan hidup dengan orang lain, maka aku hindari sesuatu yang membuatku memikirkan hal tersebut. Ini memang caraku, kalian tentu boleh memilih cara yang lain. 😊
Ketika aku puasa medsos, pada momen itulah aku belajar untuk lebih mensyukuri segala sesuatu yang aku miliki dalam hidup. Karena kadang tanpa disadari ketika melihat postingan orang lain akan muncul rasa iri ataupun dengki, Naudzubillah. Segera beristigfar saat itu juga.
Lebih Dekat dengan Orang Sekitar
Sebulan vakum dari aktivitas media sosial membuat teman-temanku berdatangan mengirim pesan, dan bertanya kabar. Karena mereka menganggap keberadaan seseorang saat ini terlihat dari eksistensi di media sosialnya. Padahal meskipun saat itu aku tidak melakukan aktivitas apapun di media sosial, aku tetap melakukan kegiatan produktif lainnya, hanya saja tidak ada kamera yang mempublikasikannya. Hahaha..
Momen itu pula lah yang membuatku tau, mana teman yang betul ingin menjaga hubungan pertemanan dan mana yang memang hanya teman di dunia maya. Karena ketahuilah, follower mu di media sosial itu hanya teman dunia maya. Hitung saja berapa orang yang akan mencarimu ketika kamu menghilang dari dunia maya? Dari situ pula lah aku belajar untuk lebih dekat dan menjaga hubungan pertemanan yang nyata di real life.
Lebih Produktif
Aku paham betul, diriku ini sangat mudah terganggu sehingga tak mudah untuk berkonsentrasi apabila ada notifikasi. Ketika notifikasi dianggap mengganggu ataupun kebiasaan menggunakan media sosial telah menyita waktu, sehingga berkurang aktivitas yang produktif maka saat itu perlu dilakukan evaluasi. Tanpa disadari awalnya hanya ingin mengecek media sosial ternyata malah menghabiskan waktu 15-20 menit. Kebiasaan tersebut berulang dan malah membuang waktu sia-sia. Nah.. ketika memutuskan puasa medsos, alokasi waktu yang biasanya digunakan scrolling timeline akan diganti dengan kegiatan positif dan produktif lainnya.
Terlepas dari Ketergantungan Pendapat Orang Lain
Kalau seseorang sudah ketergantungan media sosial maka akan terjebak pada mindset of seeking validation from others. Untuk alasan ini sih, aku belum sampe ngalamin karena sebelumnya ga nyampe ketergantungan banget sama penggunaan media sosial. Tapi bagi seseorang yang sudah merasa butuh banget pengakuan orang lain, biasanya ia akan haus perhatian. Apa contohnya? Ia akan haus komentar di setiap postingannya, jumlah likes, retweet, hingga jumlah follower. Padahal sebetulnya kebahagiaan itu harusnya diciptakan oleh diri sendiri, bukan datang dari luar atau pengaruh orang lain di kehidupan media sosial.
Tidak ada komentar:
Sila tinggalkan jejak di laman blog ini, ketika sudah membacanya :)